iGaming Online – Sebagai pengguna internet, aku selalu memperhatikan bagaimana perusahaan teknologi mengelola data pribadi kita. Kali ini, Google kembali menjadi sorotan dengan kebijakan baru yang mulai melacak semua perangkat yang terhubung—tanpa ada opsi untuk menolak.
Menurut laporan BBC, Google telah mulai menerapkan aturan pelacakan baru pada berbagai perangkat, termasuk smartphone, konsol game, dan smart TV. Yang menarik (dan cukup ironis), Google sendiri sempat menyebut teknik fingerprint tracking sebagai sesuatu yang “salah” pada 2019, tapi kini justru menggunakannya kembali.
Apa Itu Fingerprinting, dan Mengapa Ini Kontroversial?
Fingerprinting adalah metode pelacakan yang mengumpulkan informasi tentang perangkat keras dan perangkat lunak yang kita gunakan. Dengan data ini, Google (dan pengiklan) bisa mengenali perangkat atau pengguna secara unik, bahkan tanpa perlu cookies atau izin eksplisit dari kita.
Beberapa informasi yang dikumpulkan dalam fingerprinting meliputi:
✅ Ukuran layar dan pengaturan bahasa
✅ Tingkat baterai dan zona waktu
✅ Jenis browser dan sistem operasi
✅ Kebiasaan penggunaan aplikasi dan perangkat
Dengan menggabungkan data ini, sistem bisa menyusun profil unik dari setiap pengguna—bahkan meskipun kita berpindah perangkat atau mencoba menyembunyikan jejak digital kita.
Google dan Dunia Periklanan: Antara Privasi dan Bisnis
Google berdalih bahwa kebijakan baru ini membantu mitra periklanan mereka untuk tetap bisa menargetkan iklan dengan cara yang lebih “privasi-friendly.” Menurut Google, metode konvensional seperti pelacakan berbasis cookie semakin sulit diterapkan, terutama di perangkat seperti konsol game dan smart TV, di mana pengguna memiliki kontrol lebih besar atas pengaturan privasi mereka.
Namun, para aktivis privasi tidak sepakat. Mozilla’s Martin Thomson menyebut kebijakan ini sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap privasi pengguna.” Menurutnya, Google secara sepihak memberi izin kepada diri sendiri—dan industri periklanan yang mereka dominasi—untuk menggunakan metode pelacakan yang tidak bisa dengan mudah dihentikan oleh pengguna.
Reaksi publik terhadap kebijakan ini semakin besar setelah diterapkan pada 16 Februari 2024. Awalnya, Google mengumumkan perubahan ini pada Desember 2023, tetapi saat itu tidak banyak mendapat perhatian. Kini, dengan implementasi penuh, kritik pun bermunculan.
Tidak Bisa Opt-Out: Apa Artinya bagi Kita?
Hal yang paling mengkhawatirkan dari kebijakan ini adalah tidak adanya opsi untuk menolak. Artinya, meskipun kita ingin menjaga privasi lebih ketat, Google tetap akan mengumpulkan data dari perangkat yang kita gunakan, tanpa persetujuan eksplisit dari kita sebagai pengguna.
Dengan kebijakan ini, Google memperkuat posisinya di dunia periklanan digital, tetapi di sisi lain, pengguna semakin kehilangan kendali atas data pribadinya.
Bagaimana Cara Melindungi Privasi dari Fingerprinting?
Meskipun fingerprinting sulit dihindari, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk meminimalkan jejak digital kita:
🔹 Gunakan browser dengan proteksi privasi tinggi seperti Brave, Firefox dengan Enhanced Tracking Protection, atau Safari dengan Intelligent Tracking Prevention.
🔹 Gunakan VPN untuk menyembunyikan lokasi dan beberapa aspek dari fingerprinting.
🔹 Hindari login ke akun Google di perangkat yang tidak perlu agar data tidak langsung terhubung dengan identitas kita.
🔹 Gunakan mode incognito atau private browsing, meskipun ini hanya memberikan perlindungan terbatas.
Kesimpulan: Apakah Google Masih Bisa Dipercaya?
Kebijakan baru ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan etika Google dalam mengelola data pengguna. Meskipun Google mengklaim bahwa metode ini mendukung periklanan yang lebih privasi-friendly, kenyataannya pengguna semakin sulit mengontrol data mereka sendiri.
Jika kamu peduli dengan privasi digital, langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah lebih selektif dalam menggunakan layanan Google dan memanfaatkan alat-alat yang bisa membantu melindungi identitas digital kita.
Bagaimana menurutmu? Apakah kebijakan ini masih bisa diterima, atau ini sudah menjadi tanda bahwa Google semakin agresif dalam mengumpulkan data?